Intinya banyak sekali jasa dan pengorbanan para guru untuk bisa mencerdaskan anak bangsa Indonesia. Tidak ketinggalan, para sineas Indonesia pun membuat beberapa film yang menceritakan tentang perjuangan para guru saat mencerdaskan anak bangsa di beberapa pelosok negeri ini. Banyak perjuangan yang tidak biasa yang akan membuat kita menjadi
Cerpen tentang guru terbaik – Hai Sahabat pembelajar! Kira-kira ada berapa banyak nama-nama guru yang paling berkesan di dalam lubuk hatimu yang paling dalam? Karena berkat kesabaran dan ketelatenannya dalam membimbing dan mengajar, sehingga banyak di antara anak didiknya berhasil menjadi orang-orang sukses. Cerpen tentang guru terbaik pada laman ini merupakan sebuah cerpen yang bercerita mengenai perjuangan yang dilakukan oleh seorang guru agar ia bisa mengajar dan berinteraksi dengan anak didiknya di kelas dengan gaji pas-pasan. Meskipun apa yang dilakukannya tak pernah terlihat oleh anak didiknya. Untuk itu kami tim akan membagikan cerpen tentang guru terbaik yang pastinya akan bikin air mata meleleh. Tapi sebelum kita membaca cerpen tentang guru terbaik, silakan simak alasan terpenting mengapa kita harus menghormati dan menghargai seorang guru. Cerpen Tentang Guru Terbaik Pahlawan Tanpa Mahkota Cerpen tentang guru terbaik adalah sebuah karya sastra. Seperti kita ketahui guru merupakan profesi yang sangat mulia. Ada juga pepatah yang mengatakan bahwa guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa. Bagaimana tidak, ilmu yang kita miliki saat ini berasal dari ajaran seorang guru. Untuk itulah diperlukan seorang guru untuk membimbing dan mengarahkan jalan pikiran seorang murid. Baik itu di sekolah maupun di luar sekolah. Nah, pernahkah kita berpikir tentang bagaimana perjuangan seorang guru untuk bisa mengajar ? Segala upaya guru untuk dapat mencerdaskan anak-didiknya tidaklah selalu mudah. Terkadang, guru harus melakukan perjuangan besar yang memakan waktu, tenaga, bahkan materi. Karena untuk itu lah guru adalah sosok yang sepatutnya dihormati dan dimuliakan karena ia adalah orang yang berjasa mentransfer ilmu pengetahuan dan memberikan pendidikan karakter. Meski demikian, guru-guru ini melakukan dengan ikhlas dengan harapan dapat membawa perubahan baik untuk masa depan anak didik, bangsa, dan agamanya. Profesi guru sangat identik dengan gelar tanpa tanda jasa karena besarnya pengorbanan dan perjuangan yang dilakukan. Bahkan mungkin seandainya ada gelar yang diberikan pada seorang guru, itu tidak cukup untuk membalas jasa-jasanya. Berikut ini merupakan sinopsis cerpen tentang guru terbaik paling bikin trenyuh yang dimuat surat kabar Kompas. Sinopsis Cerpen Tentang Guru Terbaik Safedi Karya Farizal Sikumbang Cerpen tentang guru terbaik ini di ambil dari laman KOMPAS yang berjudul Guru Safedi, yang merupakan seorang guru honorer yang memiliki istri dan tidak memiliki anak. Namun dengan penghasilan pas-pasan, bahkan bisa dikatakan tidak cukup untuk menghidupi mereka, 60 ribu/bulan. Dengan penghasilan sebesar itu, tidak cukup untuk menghidupi dua orang dalam rumah tangga. Istrinya terus menangis, meratapi nasibnya, mereka harus menanggung hutang kepada orang-orang untuk memenuhi kebutuhan mereka. Kemiskinan Safedi membuatnya resah, tertekan, dan merasa bersalah. Sehingga membuat lulusan S1 Indonesia tidak antusias dalam mengajar di sekolah. Desas-desus demi gosip datang kepadanya sampai suatu hari seorang pria mencelanya sebagai guru yang tidak kompeten dan mencapnya sebagai boss pemakan uang. Di bawah ini cerita selengkapnya “Guru Safedi” Setelah menumpahkan kegundahan hatinya perihal kebutuhan keuangan dalam keluarganya, istri Safedi lalu beranjak dan duduk di depan pintu rumah. Kedua kakinya diluruskan ke depan. Tatapannya tertekuk ke bawah. Dari atas kursi ruang tamu, beberapa saat kemudian Safedi mendengar tangisan istrinya yang terisak. “Berhentilah menangis, Aisia. Jika ada orang lewat, malu kita,” kata Safedi. ”Biar saja. Biar orang tahu,” jawab istrinya. ”Tetapi, itu tidak baik. Apa kata orang nanti. Aku tidak mau kita menjadi buah bibir pembicaraan orang. Bersabarlah Aisia,” sambung Safedi. Kali ini istrinya mencoba menahan tangisannya. Mungkin dia mulai agak paham. Ini entah sudah kali keberapa istri Safedi menumpahkan perasaannya tentang biaya hidup yang tak bisa dipenuhi. Pekerjaan sebagai guru honorer, dengan gaji sekali tiga bulan yang diterima Safedi, membuat dia kewalahan dalam mengatur biaya hidup sehari-hari. Safedi pun paham tentang itu, karena dalam tiga bulan itu dia hanya menerima uang sebanyak seratus delapan puluh ribu rupiah. Dengan uang sebanyak itu, tentu istrinya sangat sulit mengatur biaya hidup mereka. Dulu, sebelum ada dana BOS yang diberikan pemerintah kepada sekolah, Safedi setiap bulan menerima gaji enam puluh ribu rupiah sebulan. Tetapi, karena dana BOS hanya bisa diambil oleh sekolah tiga bulan sekali, Safedi dan guru-guru honor lainnya juga ikut peraturan itu. ”Utang kita sudah banyak di kedai Uni Ami, Da. Itu yang membuat Aisia bingung,” Demikian ucapan istrinya beberapa minggu lalu sehingga membuat hati Safedi bagai teriris. Perasaan iba kepada istrinya membuat kulit tubuhnya terasa dingin. Perasaan bersalah karena tidak bisa membahagiakan istri juga menyentak hatinya. ”Ya Uda tahu. Nanti akan kita angsur,” jawab Safedi kemudian. ”Utang kita sudah dua ratus tujuh puluh lima, Da. Bulan esok Uda hanya menerima seratus delapan puluh ribu rupiah. Kalau terus-terus begini, terpaksa Aisia akan tetap berutang ke sana-kemari. Aisia ingin Uda mencari usaha lain. Aisia tidak tahan bila Uni Ami merungut meminta uangnya terus.” Lalu Safedi terdiam. ”Ya, Aisia, Uda akan mencoba mencari usaha lain,” katanya pelan dengan nada iba. Lalu pikirannya menerawang jauh, memikirkan pekerjaan apa yang akan dia lakukan untuk memenuhi tuntutan istrinya itu. Sedangkan dia tahu, mencari pekerjaan itu begitu susah. Mungkin teramat susah. Perkenalkan pembaca, nama tokoh utama dalam cerita ini adalah Safedi, SPd. Dia lahir di Padang tanggal 24, tahun 1972, bulan Juni. Gelar kesarjanaan dia peroleh dari Universitas Negeri Padang, Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia. Dia menyelesaikan kuliah pada tahun 1998. Kini sudah lima tahun mengajar di salah satu sekolah negeri tingkat sekolah menengah pertama di kotanya. Dengan status guru honorer. Gaji per bulan enam puluh ribu rupiah. Itu diterima sekali tiga bulan. Jadi, totalnya berjumlah seratus delapan puluh ribu rupiah. Safedi menikah empat tahun setelah menyelesaikan kuliah. Aisia adalah nama istrinya. Dia hanya tamat sekolah menengah atas. Usianya tiga tahun lebih muda dari Safedi. Tetapi, sampai saat ini, setelah satu tahun menikah dengan Safedi, dia belum juga memberi keturunan buat Safedi. Tetapi, Safedi maklum diri dan tidak menuntut itu dan ini. Safedi adalah tipikal laki-laki yang baik hati. Demikianlah pembaca, perkenalan tokoh utama dalam cerita ini. Cerpen Tentang Guru Terbaik Part II Cerpen tentang guru terbaik part selanjutnya bisa langsung Anda baca. Silahkan, selamat membaca dengan sekasama! Pagi ini Safedi datang ke sekolah lebih awal. Murid-murid masih sedikit yang bermunculan. Sebagian asyik bermain riang di taman. Safedi pun tidak mau diam. Sesampai di kantor dewan guru dia mengeluarkan dari dalam laci buku-buku latihan anak muridnya yang kemarin belum tuntas dia periksa. Dia membolak-balik buku itu dengan pelan. Kemarin dia sering kali mengerutkan kening setiap kali memeriksa latihan murid-muridnya itu. ”Tak ada yang baik mengarang. Ini tulisan centang-perenang. Ejaannya pun tak beraturan,” celotehnya, kali ini dalam hati, ketika memeriksa buku latihan salah satu muridnya yang bernama Riski Kurniawan. Dia ingat wajah anak itu. ”Anak pemalas. Sering cabut. Suka bergaya. Ah, mau jadi apa ini anak,” umpatnya lagi. Dia juga tahu anak itu bukanlah anak orang kaya. Bapaknya bernama Ajo Kurik yang kerjanya setiap hari menghela beruk dari satu kampung ke kampung lain untuk memanjat buah kelapa orang. Tetapi, anaknya berlagak seperti anak orang kota. Suka bergaya. Malah pernah, anak itu kedapatan mewarnai rambutnya dengan warna pink. Mengingat itu, betapa Safedi merasa begitu susahnya membina anak-anak remaja zaman sekarang. Tidak seperti dirinya ketika remaja dulu. Begitulah Safedi, dia merasa banyak yang tidak cocok dan tidak sesuai di dalam hati. Mulai dari sikap murid-muridnya, kebijakan kepala sekolah, atau tentang dunia pendidikan itu sendiri secara lebih luas. Karena itu terkadang dia sering dianggap radikal oleh beberapa teman ketika berdiskusi soal pendidikan. Ilustrasi cerpen untuk guru terbaik ”Tiap sebentar kurikulum diganti-ganti. Kemarin KBK, sekarang KTSP. Tetapi, penerapannya tak ada yang sesuai. Ujian nasional diadakan juga. Yang meluluskan anak murid bukan gurunya. Ini kurikulum macam apa. Bertumpang tindih,” Demikian kata Safedi beberapa hari lalu. ”Ini kan demi mencari pendidikan yang ideal,” jawab guru Mahmud yang hampir sebaya dengan dia. ”Tetapi, ini malah mengacaukan sistem pendidikan. Lihat, karena ujian nasional, para guru-guru memberi kunci jawaban kepada murid-muridnya. Bagaimana ini? Dalam kurikulum KBK maupun KTSP itu kan penilaian diberikan tidak hanya pada kemampuan daya pikir anak, tetapi juga tingkah mereka. Nah, sedangkan pada ujian nasional kelulusan berdasarkan nilai yang diperoleh lewat ujian itu. Ini bagaimana bisa dijelaskan dengan akal sehat kita. Iya, kan?” kata Safedi berapi-api. Ketika Safedi menyelesaikan tugas memeriksa latihan murid-muridnya, bel sekolah tanda masuk pun berbunyi. Anak-anak yang sedari tadi sibuk bermain di halaman terlihat berhamburan menuju ke ruang kelas masing-masing. Tawa riang dan suara pekikan anak-anak sekolah itu menggema sampai ke kantor dewan guru Safedi pun bersiap-siap memasuki kelas. Sejenak dia memeriksa beberapa buku paket yang berada di dalam tas hitamnya yang mulai pudar warna dan retsletingnya rusak. Sudah beberapa bulan ini dia selalu berpikir kapan akan mengganti tas hitamnya itu dengan tas baru. Tetapi begitulah, sampai sat ini dia belum juga bisa melakukannya. Dia pun sudah tidak sabar akan mengajar hari ini. Suara riang anak-anak yang dia dengar sejak tadi membuat semangatnya untuk mengajar begitu menggebu. Dan memang begitu, setiap mendengar suara anak-anak di sekolah semangat mengajarnya begitu tumbuh, melupakan kesulitan hidup yang mengimpit, juga melupakan ceracauan istrinya yang mungkin nanti siang akan kembali dia dengar. Safedi mulai keluar dari kantor dewan guru itu. Dia lihat anak-anak kelas tiga-satu telah berbaris di depan kelas. Lalu satu-satu dari mereka dengan teratur memasuki kelas. Sejenak dia tersenyum. Langkah kakinya terasa ringan menuju ruang kelas itu. ”Assalamualaikum,” sapa Safedi sambil tersenyum. ”Wa’alaikum salam,” jawab murid-murid serempak. Dengan langkah pasti Safedi memasuki kelas itu dan duduk di bangku guru. Dia membuka tasnya. Mengeluarkan buku paket pelajaran Bahasa Indonesia. Safedi akan memerintahkan murid-muridnya untuk memerhatikan kembali pelajaran yang kemarin dia berikan, tetapi anak-anak di baris paling belakang terdengar berisik di telinganya. ”Ya, aku juga memerhatikannya, sudah tiga hari celana bapak itu masih itu-itu juga,” kata Anton Anugrah. ”Ya, ya,” jawab teman sebangkunya. ”Bajunya juga. Kemeja kotak-kotak kuning itu kan sering juga dia pakai.” ”Bosan juga kita, ya, melihat orang berpakaian yang sering kita lihat.” ”Ya iyalah.” ”Mata ini kan selalu ingin melihat yang baru.” ”Hus, jangan keras-keras. Itu Pak Safedi melihat ke arah kita,” kali ini Tina Agus yang duduk di depan mereka menyanggah pembicaraan kedua murid yang terkenal usil di kelas itu. Sebagian mata anak-anak lain memandang ke arah Anton Anugrah dan temannya yang bernama Jamaldi itu. Safedi terdiam sejenak. Kali ini Safedi benar-benar merasa malu. Dia salah tingkah. Semangatnya untuk mengajar hari ini tiba-tiba saja buyar. Tetapi, dia tidak mau marah kepada kedua anak muridnya itu. Dia hanya merasa iba hati, pada nasib, juga pada dunia pendidikan yang tidak berpihak kepada dirinya. Hari itu, Safedi mengajar tidak sepenuh hati. Sindiran yang dilontarkan kedua muridnya itu benar-benar mengena di hatinya. Sepanjang waktu dia hanya ingat kepada istrinya. Juga pada dirinya sendiri yang selama ini tidak bisa membeli pakaian baru untuk mengajar ke sekolah. Ah, hari itu Safedi benar-benar merasa sangat lelah. Melebihi lelahnya pada hari-hari biasa. Safedi pun pulang dengan gontai. Seperti biasa, dia pulang dengan berjalan kaki. Menyusuri jalan yang berkerikil. Tak ada angkutan. Jalan itu hanya bisa dilewati kendaraan roda dua. Dan Safedi tidak memilikinya. Baru berjalan beberapa meter, seorang laki-laki separuh baya menegur Safedi. ”Pak guru,” sapa dia. Dan Safedi berhenti. ”Ada apa?” jawab Safedi mengerutkan kening karena dia tidak mengenal laki-laki itu. ”Saya ingin bertanya. Anak saya kan sekolah di tempat Pak Guru mengajar. Katanya saya dengar sekarang pendidikan itu gratis, tetapi kenapa ada uang juga. Tiap semester katanya kami membayar uang tiga ratus tujuh puluh lima ribu rupiah. Bagaimana itu, Pak Guru?” tanya laki-laki itu. Safedi menyurutkan langkah kaki agak ke belakang. Dia sedang berpikir akan memberikan jawaban apa, sebab itu yang tahu hanya kepala sekolah. Sedangkan dia hanya guru biasa. ”Saya tidak tahu itu, Pak,” jawabnya asal saja. ”Tidak tahu?” ”Ya.” ”Masak guru tidak tahu. Guru macam apa kamu?” ”Benar, Pak. Saya tidak tahu. Permisi, Pak, ya.” Safedi pun berlalu meninggalkan laki-laki itu. Sedangkan laki-laki itu seperti aneh melihat Safedi. Hari ini Safedi semakin bertambah pusing. Kepalanya mulai terasa sakit. Tetapi, dari kejauhan Safedi masih bisa mendengar ketika laki-laki itu berkomentar agak kasar. ”Guru kalera. Mungkin dia juga ikut makan uang dari murid-muridnya.” Sungguh, mendengar kalimat itu, membuat Safedi benar-benar merasa mau pingsan saja. Cerpen tentang guru terbaik dari kami ini semoga membawa pada kesadaran baru. Bagi kalian yang masih ingin berselancar lebih banyak lagi tentang cerita pendek untuk guru ku. Semoga menginspirasi untuk kalian semua! Salam Pembelajar Sukses ya! Post Views 65
Isiisi Karangan Jasa guru Isi 1 : Saya perlu berusaha gigih untuk menjadi pelajar cemerlang - kejayaan cemerlang seseorang anak murid menjadi piawai kejayaan seseorang guru - sebagai hadiah dan oleh-oleh kasih sayang antara murid dengan guru
Hari-hari terakhir ini laman media sosial kita disibukkan oleh sosok guru. Terkait perayaan Hari Guru yang katanya terinspirasi kelahiran Ki Hajar Dewantara dan juga kehadiran sosok muda dan berbahaya di kursi tertinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, yang secara langsung maupun tak langsung mempengaruhi kehidupan dan keseharian sosok guru dalam lima tahun mendatang dengan kebijakan kebijakan yang beliau tak akan masuk kepada klise, bahwa guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa, bahkan tanpa balas jasa menurut seorang teman karena hal itu seperti mengurai benang kusut yang tak tahu mesti darimana kita memulainya. Ijinkan saya untuk bercerita tentang guru guru saya, yang telah mengantarkan saya sampai pada titik ini. Guru sebagai seorang manusia yang tak lepas dari cacat, dan tak luput dari banyak guru dari saya SD sampai kuliah sarjana dulu yang mewarnai kehidupan saya, dan tak adil rasanya kalau saya mesti menempatkan mereka dalam sebuah pemeringkatan. Saya hanya ingin menceritakan sebagian darinya tanpa mengurangi hormat dan cinta saya kepada yang pertama yang ada di benak saat mendengar kata guru, pasti guru SD saya. Guru yang pertama saya kenal dan paling lama mengajar saya. Hampir 5 tahun beliau menjadi wali kelas merasakan cinta yang tulus layaknya seorang bapak kalau berada di dekatnya bahkan sampai hari ini. Beliau menyemai cinta saya pada bacaan. Saat ada buku baru koleksi perpustakaan, maka saya lah yang paling dulu diberikan kesempatan untuk membcanya, bahkan diijinkan untuk membawa yang tak mampu saya lupakan dan bahkan saya warisi sampai saat ini adalah kekaguman beliau pada negara Inggris, sebagai negeri penguasa lautan dan tak terkalahkan dalam perang. “ Siapa berani melawan Inggris di lautan, pasti kalah, apalagi kalau cuma negara kecil seperti Argentina”, begitu cerita beliau pada suatu kesempatan . Kebetulan waktu itu sedang hangat hangatnya berita tentang perang Malvianas antara Inggris dan Argentina di ujung selatan benua Amerika itu. Dari apa yang saya baca di kemudian hari memang demikian adanya, Napoleon dan Hitler tak mampu menaklukkan bangsa Inggris. Saya pun sampai saat ini adalah penggemar berat tim nasional Inggris untuk urusan Sepakbola. Bukan karena permainannya yang indah, lebih kepada semangat pantang menyerah yang memang mereka warisi dari pendahulunya saya yang lain, adalah sosok guru yang ideal menurut saya. Kebetulan dia mengampu tiga bidang studi yang sepertinya memang lebih menitik beratkan kemampuan otak kanan. Yaitu bidang studi olah raga, kesenian dan ketrampilan. Beliau mengajarkan kami membuat puisi, naskah drama dan terus memainkannya di depan kelas. Dibidang ketrampilan beliau menyuruh kami belajar mengulat ketupat, membuat stempel dari umbi keladi, membuat gambar mozaik dari daun pisang yang kering. Dan yang paling membekas bagi saya adalah saat disuruh memanfaatkan ketela pohon dari awal sampai akhir dan bisa dimakan. Minggu pertama beliau menyuruh kami membawa ketela dari rumah, lalu di sekolah ketela itu kami kupas dan potong kecil kecil cacah lalu dibawa pulang dan disuruh menjemur setiap hari sampai kering. Lalu beberapa hari kemudian ketela yang telah kering itu dibawa lagi ke sekolah untuk kemudian ditumbuk halus menjadi serbuk halus menyerupai tepung. Dan langkah terakhir tiga hari kemudian kami lanjut memasak penganan yang berbahan dasar tepung ketela tadi. Jadi hari itu kami membuat jajanan kolak onde onde yang nikamt dan manis dari ketela pohon mentah yang kami bawa beberapa minggu sebelumnya. Benar benar sebuah proses yang lengkap dalam menambah nilai sebuah bahan makanan. Saya meragukan apakah guru guru anak saya sekarang bisa menyamai atau justru melebihi kreativitas yang orisinil dari guru saya berikutnya adalah sosok yang semakin mematrikan kecintaan saya pada keindahan kata kata dan bahasa Indonesia. Guru bahasa saya di SMA selalu hadir dengan ide ide baru bagi saya tentang Bahasa Indonesia. Pada satu kesempatan dia bertanya kepada kami setelah menuliskan sebuah kalimat di papan tulis.” I shall return”,diucapkan oleh tokoh ini saat dipaksa meninggalkan Philipina. Siapakah orang ini?, tanya beliau. Saya yang kebetulan sudah suka membaca menjawab dengan yakin. Benigno Aquino, suami Cory aquino yang diusir oleh pemerintah Marcos. Bukan, jawab beliau singkat, and tak ada yang lain menjawab. Ini adalah kata kata panglima perang Amerika di Pasifik, Douglas McArthur saat pasukannya terusir dari Philipina di awal tahun 40-an. Dan dia membuktikan ucapannya berapa tahun berselang, saat Jepang menyerah tanpa syarat dalam perang dunia ke2. Dialah pimpinan tertinggi pasukan Amerika yang melucuti tentara Jepang yang tersisa dan memimpin perode peralihan di Jepang pasca perang dengan bijaksana dan menghormati Kaisar Hirohito sebagai pihak yang kalah kesempatan yang lain, guru saya ini menuliskan sebait puisi di papan tulis dan kita para murid diminta untuk menafsirkan puisi tersebut. Saya masih ingat jelas bunyinya Sepasang bambu muda Rembulan tersenyum diantaranya“Coba siapa diantara kalian yang bisa menafsirkan bait puisi ini?”, tantang beliau dengan suaranya yang berwibawa. Empat sampai lima anak coba memberi tafsiran, dari yang pendek sampai yang lumayan berbusa. Tapi tak satupun yang seseuai dengan harapan beliau. Untuk memenuhi rasa penasaran kami, beliau menjawab singkat. ”Menurut Bapak, bait puisi itu meyiratkan kearifan”. Benar benar berkesan cara beliau mengenalkan puisi untuk kami, dan sampai detik ini kejadian itulah salah satu pengungkit saya mencintai sastra guru di awal orde lama, menurut bapak saya diambil begitu saja dari mereka yang telah tamat SD waktu itu. Kebetulan bapak yang tamatan SD SR juga ditawari. Dan karena merasa kehidupan seorang guru tak menjanjikan secara ekonomi, beliau melepasnya dan lebih memilih untuk berdagang ke gunung. Sementara seingat saya sendiri, teman teman yang dari kelas pavorit di Singaraja waktu SMA, jarang bahkan tak ada yg memilih sekolah keguruan. Mereka beramai- ramai mencari sekolah ke pulau Jawa, meskipun harus di perguruan tinggi swasta ditarik kesimpulan ringan, mereka yang memilih profesi guru barangkali bukanlah orang orang terbaik dari suatu generasi. Tanpa mengurangi rasa hormat pada guru-guru saya, kualitas pendidikan seperti apa yang bisa diharapkan dari mereka yang memilih pendidikan keguruan sebagai cadangan terakhir saat tak diterima di fakultas lain misalnya. Tanpa menafikan bahwa mereka yang bukan orang orang terbaik sekalipun, sudah mampu menjadi seorang guru yang pantas saya kenang seumur hidup saya, seperti ketiga guru saya diatas tadi. Jadi bisa dibayangkan bagaimana kualitas pendidikan kita nantinya saat yang terbaik dari satu generasi tertarik untuk menjadi guru. Saya dengar ini sudah dipraktekkan di Finlandia, saat guru di tingkat paling dasar pun bergelar magister, dan dengan gaji yang sangat layak , sehingga hanya yang terbaik bisa menjadi terlihat akhir akhir ini, apalagi setelah adanya remunerasi guru. Kecenderungan anak-anak muda kita mudah mudahan yang terbaik ikut juga untuk menjadi guru terlihat meningkat signifikan,. Tinggal kita tunggu dengan optimis, kapan tiba waktunya buat mereka menempati kursi kursi ruang guru yang kosong ditinggalkan oleh generasi pendahulunya yang akan pensiun. Saat itulah kita bisa berharap lebih banyak tentang masa depan pendidikan di negeri yang cukup aneh, dengan profesi saya saat ini pastilah banyak dosen-dosen yang berperan besar sampai saya bergelar dokter. Tapi tak satupun yang bisa saya ingat dengan baik, kecuali memang dosen yang suka membanyol dalam memberi kuliah. Mungkin ini terkait dengan minat dan ketertarikan pada mata kuliah yang diampu dosen tersebut, dan saya merasa memang ketertarikan saya pada bahasa melebihi medis sampai saat ini. Profesi dosen dianggap jauh lebih terhormat dari guru, setidaknya untuk saat ini, dan khusus di Indonesia barangkali. Ini mungkin terkait jenjang karier yang lebih jelas dan tak terbatas dibanding guru misalnya. Dan yang kedua kemungkinan untuk melanjutkan ke luar negeri sesuai disiplin ilmu yang dipelajari, Tapi dalam hal peran sertanya dalam mencerdaskan kehidupan bangsa secara umum, para guru saya rasa tak perlu berkecil hati untuk itu. Buktinya saya sendiri merasa lebih terungkit minat belajar dan bisa mengingat guru guru saya dibanding dosen dosen seperti biasa, ini murni opini pribadi penulis dari kacamata yang dialami dan dirasakannya sendiri. Siapa tahu bapak Nadiem Makariem membaca tulisan ini dan beliau mempunyai sudut pandang yang lain setelah membacanya. Dan pada saatnya beliau siap kalau ada yang bertanya dengan menyitir syair sebuah lagu Mau dibawa kemana pendidikan guru-guru kita … [T] BeliProduk Kumpulan Cerita Pendek Cerita Berkualitas Dengan Harga Murah dari Berbagai Pelapak di Indonesia. Tersedia Gratis Ongkir Pengiriman Sampai di Hari yang Sama. Cerpen Karangan Sahira NasutionKategori Cerpen Anak, Cerpen Pendidikan Lolos moderasi pada 7 February 2016 Tidak terasa sebentar lagi tanggal 25 November. Dimana semua siswa Indonesia akan memperingati hari guru. Jika aku melihat jasa para guru, itu sangat berjasa sekali bagiku. Guru tidak pernah lelah untuk memberikan semua ilmunya, yang kelak akan bermanfaat untukku di masa depan. Tanpa guru aku bukanlah siapa-siapa. Bukan orang yang berpendidikan. Juga bukan orang yang mempunyai prestasi. Guru adalah ibu kedua bagiku. Tempat aku berdialog dan tempat aku bersosialisasi. “Wayo!! Kamu sedang mikiri apa?” Ika menepuk pundaku sambil mengagetkan aku. “Apaan sih, kaget tahu.” Jawabku yang penuh dengan kekesalan. “Oh iya, kamu tahu tidak. Sebentar lagi sekolah kita akan memperingati hari guru. Kalau boleh tahu guru Favorit kamu siapa?” Tetttt.. tettt.. tett Bel tanda masuk berbunyi. Aku tidak sempat menjawab pertanyaan yang dilontarkan Ika tadi. Aku langsung bergegas masuk, karena pelajaran akan dimulai. Saat aku mengingat semua jasa guru. Aku teringat dengan sosok guru yang memotivasi hidupku. Guru itu bernama Ibu Sity. Tetapi ia lebih suka dipanggil Bunda. “Assalamualaikum anak-anak.” Ibu Sity menyambut semua siswanya dengan ucapan dan senyuman. “Waalaikumsalam Bunda.” Jawaban yang diucapkan oleh semua siswa dengan semangat. Ibu Sity adalah guru yang selalu dinanti-nanti kehadirannya. Banyak motivasi yang selalu ia sampaikan. Motivasi itu yang sangat berguna sekali bagiku dan teman-temanku semua. Kadang aku berpikir apa motivasi hidupku di masa depan. “Apakah aku bisa menjadi orang yang sukses dan bermanfaat bagi orang banyak?” Namun ketika aku mengingat kata-kata Ibu Sity. Aku belajar untuk mengintropeksi diriku. “Orang yang dikatakan fisiknya tidak sempurna saja bisa menjadi orang yang sukses dan tidak pantang menyerah. Kenapa aku yang dikatakan sempurna tidak mau berusaha dan berdoa. Hanya bisa menyerah dengan keadaan. Aku mencoba merenungi semua kata-kata yang dilontarkan Ibu Sity. Hingga terbawa aku ke dalam lamunan yang tidak tahu akhirnya. “Raa..Ra..araaa” Ika memanggilku berkali-berkali dengan nada yang mulai kesal. Aku bergegas melihatnya sambil berkata. “Ada apa Ika? Kenapa teriak-teriak begitu?” “Aku memanggil kamu sedari tadi. Kamu belum menjawab pertanyaanku Ra!! Siapa guru Favorit kamu?” Ika masih penasaran dengan jawabanku. “Guru Favorit aku Ibu Sity, Ika.” “Dia baik iya Ra..” “Tentu. Ibu Sity selalu memotivasi hidupku. Membuatku mengerti kenapa ilmu sangat berguna sekali di masa depan.” Aku menatap Ika dengan senyuman. Guru itu ibarat lilin. Ia rela terbakar, demi menerangi masa depan anak muridnya. Dan guru mempunyai 1001 cara agar siswanya kelak menjadi orang yang berguna bagi Nusa dan Bangsa. Walaupun sudah lelah, guru tidak pernah memperlihatkannya kepada siswa-siswanya. Karena ia tidak ingin siswanya menjadi orang yang selalu menyerah. Peran guru sangatlah penting bagi Pendidikan. Guru tidak pernah meminta imbalan sedikit pun dari siswanya, meski ia sudah mengajar berpuluh-puluh tahun. Cerpen Karangan Sahira Nasution Facebook Syahira Nasution Cerpen Guru Ku Motivasi Hidup Ku merupakan cerita pendek karangan Sahira Nasution, kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya. "Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!" Share ke Facebook Twitter WhatsApp " Baca Juga Cerpen Lainnya! " Kucingku, Laire Oleh Nahira Deo “Laire, kamu kok sedih? Ada masalah?” tanya Rahika “Nggak kok Ka. Cuma mikir penyakitku.” ujar Laire “Memang penyakitmu apa Lai?” tanya Rahika “Maaf ya Ra, gak kasih tau kamu Upss… Ternyata… Oleh Rahmi Adhe Amii Sore senja itu sangat mendamaikan hati… Ita kecil dengan senyum tulus nya menghampiri ibu tersayang di dapur yang sedang memasak.. ternyata ibu sedang memasak sayur namun garam di dapur My Dream Oleh Janice Shalom Gunawan Aku selalu mendengar suara hembusan angin dari luar jendela kamarku. Tapi sudah lama aku tidak mendengar suara lembut seseorang. Dia yang biasanya membangunkanku di saat pagi hari. Yup… dia Music World Oleh Tia Di malam yang indah ini aku menemukan dunia yang lain daripada duniaku dan mengapa dunia itu berada di dalam sungai dekat rumahku… Hari ini aku memanggil lalyla sahabatku untuk Perbedaan Dalam Persahabatan Oleh Yacinta Artha Prasanti Disinilah tempatku. Banyak anak anak bernasib malang sepertiku. Tak punya ayah dan ibu. Ya, tempatku di Panti Asuhan Kasih Bunda. “Yola, ayo bangun” aku menepuk nepuk pundak Yola yang “Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?” "Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan loh, bagaimana dengan kamu?" 8rekomendasi buku dan novel tentang guru. Pendidikan merupakan salah satu elemen terpenting dalam kehidupan manusia. Source: berbagaistruktur.blogspot.com. If you're searching for cerita pendek tentang jasa guru pictures information related to the cerita pendek tentang jasa guru interest, you have pay a visit to the right site. Maka dari
Guru… engkaulah yang mengajarku dan mendidikku serta memberi ilmuguru…. kau mengajarku tanpa putus asa sekalipyn engkau lelahguru.. terimalah terima kasihku lewat bait puisiku maafkan aku karena tidak bisa membalas jasamu guruku…Jasa Seorang Guru Oleh gita nur fikriRelated postsLomba Blog Untan Membangun Ekosistem Digital & Cyber UniversityKumpulan Puisi Alam Pantai dan LautanPuisi Bijak – Tentang Usia
\n\n\ncerita pendek tentang jasa guru
1 Peserta didik membaca satu buah teks cerita pendek yang berjudul "Sahabat Selamanya" (mengamati dan literasi) 2. Peserta didik bertanya jawab tentang struktur cerita pendek yang dibaca. (menanya dan berpikir kritis) 3. Peserta didik menunjukkan contoh lain teks cerita pendek yang pernah dibacanya. (4C / kreatif). Mengorganisasikan . 318 201 58 95 477 58 63 232

cerita pendek tentang jasa guru