Hasil karya sastra merupakan cermin zamannya. Sastra yang diciptakan pada masa sekarang tentu sangat berbeda dengan karya sastra yang diciptakan pada tahun 20-an atau 30-an. Tahun 20-an atau 30-an merupakan masa penjajahan sehingga karya sastra yang dihasilkan menggambarkan kehidupan pada masa penjajahan dengan liku-likunya. Kebiasaan, adat, dan etika yang dilukiskan pun merupakan pelukisan pada masa itu. Dengan demikian kebiasaan, adat, etika, dan pola pikir tokoh-tokohnya tentu berbeda dengan novel yang diciptakan pada sekarang. Namun demikian tentu saja masih banyak juga adat, kebiasaan, etika dan pola pikir masa itu yang masih relevan dengan situasi sekarang. Dengan mendalami kebiasaan, adat, etika, dan pola pikir yang terdapat dalam novel 20- atau 30-an kemudian membandingkan dengan situasi sekarang, kita dapat melihat bagaimana perkembangannya sampai sekarang ini. Hal ini penting dipelajari agar kita mampu mempertahankan nilai-nilai yang baik dan relevan dengan sekarang dan menghindari atau menjauhi kebiasaan, adat, etika, dan pola pikir yang tidak sesuai dengan norma yang berlaku di tengah-tengah masyarakat kita, baik nilai moral, sosial, maupun nilai agama. Itu sebabnya kompetensi dasar ini penting untuk kamu kuasai dengan baik. Pengertian Mengidentifikasi =mengenali Kebiasaan = kegaliban, kelaziman, kerutinan Adat = budaya, tata cara, aturan Etika = etiket, akhlak, budi pekerti, tata susila kesopanan, kesantunan. Adat dan Kebiasaan dalam Novel Angkatan 20-30an Setiap zaman mempunyai adat dan kebiasaannya masing-masing, misalnya dalam cara berpakaian, makan, bertamu, upacara pernikahan, syukuran kelahiran anak, dan sebagainya. Kebiasaan satu masyarakat dapat diketahui dari karya-karya yang diciptakan pada masyarakat itu. Sebagai contoh, perhatikan cuplikan berikut. Berkali-kali ia bangun dari tidurnya. Lalu, memasang lampu listrik dan menulis surat panjang kepada Corrie. Tapi, dirinya semakin khawatir saja. Maka, dengan tidak berpikir panjang, dibukanyalah lemari pakaiannya. Lalu, diisinya sebuah koper kulit dengan pakaian dan pelbagai barang yang berguna bagi perjalanannya. Hanafi akan berangkat ke Semarang. Dengan tidak dibacanya lagi, surat itu dibungkusnya, diletakkannya di atas meja beranda muka. Jika ia otak tenang di hati, kemudian dapat pula membaca suratnya itu niscahaya Hanafi akan heran, bagaimanakah keadaan otaknya masa itu. Karena surat amat kacau isinya dan tidak berkentuan ujung pangkalnya. Salah Asuhan, Abdul Muis, 1928 Terdapat beberapa alat teknologi yang dinyatakan dalam cuplikan di atas, yakni lampu listrik, surat, lemari pakaian, dan koper kulit. Dengan demikian, berdasarkan cerita itu, alat-alat seperti lampu listrik dan lemari pakaian sudah dikenal pada tahun 1920-1930an. Hanya saja bentuknya yang mungkin berbeda. Dari sebuah cerita, kita pun dapat mengenal adat dan kebiasaan satu masyarakat. Seperti tampak dalam cerita tersebut, yaitu – Pakaian disimpan dalam lemari – Bila bepergian jauh membawa koper kulit Kaitan Isi Novel dengan Kehidupan Nyata Cerita dalam novel merupakan hasil imajinasi. Meskipun demikian, hal itu tidak lepas dari pengalaman nyata pengarangnya, tidak lepas pula dari adat kebiasaan yang berlaku pada masyarakatnya. Sebagai contoh, perhatikan kembali cuplikan novel Salah Asuhan. Memasang lampu listrik ketika akan menulis surat merupakan peristiwa yang biasa dilakukan ketika malam hari. Begitu pun dengan mengisi koper dari pakaian yang diambil dari dalam lemari, juga merupakan peristiwa yang sering dijumpai dalam kehidupan nyata. Karakteristik Novel Angkatan 20-30an Karya-karya sastra yang lahir pada periode 1920-1930an sering disebut sebagai karya sastra Angkatan Dua Puluhan atau Angkatan Balai Pustaka. Disebut Angkatan Dua Puluhan sebab novel yang pertama kali terbit adalah pada tahun 1920, yakni novel Azab dan Sengsara karya Merari Siregar. Disebut juga Angkatan Balai Pustaka area karya-karyanya banyak yang diterbitkan oleh penerbit Balai Pustaka. Peran Balai Pustaka dalam menghidupkan dan memajukan perkembangan sastra Indonesia memang sangat besar. Penerbitan pertamanya adalah buku novel Azab dan Sengsara dan kemudian berpuluh-puluh novel lain diterbitkan pula termasuk buku-buku sastra daerah. Selain disebut Angkatan Balai Pustaka, Angkatan Dua Puluhan disebut juga Angkatan Siti Nurbaya karena novel yang paling laris dan digemari masyarakat pada masa itu adalah novel Siti Nurbaya karangan Marah Rusli. Novel-novel yang lahir pada periode tersebut memiliki persamaan-persamaan umum, yakni banyak yang bertemakan masalah adat dan kawin paksa. Novel-novel tersebut juga banyak yang berlatar daerah Minangkabau. Hal tersebut karena dipengaruhi oleh latar belakang pengarangnya mayoritas berasal dari daerah Sumatera Barat. Ciri lainnya dapat dilihat pada cuplikan berikut. Pada malam itulah Hanafi baru dapat “menguak” utangnya kepada ibunya, yaitu utang yang kira-kira belum akan langsung terbayar, meskipun ia memperbuat mahligai tinggi bagi ibunya. Hanafi mengakulah sekarang bahwa ibunya bukan orang bodoh, oleh karena itulah timbullah sebab adab dan cinta kepada orang itu. Sebab selamanya itu, ibunya hanya memperturutkan saja segala kehendaknya dengan tidak melakukan kekerasan sekali juga. Salah Asuhan, Abdul Muis, 1928 Novel tersebut diterbitkan oleh Balai Pustaka pada tahun 1928. Dari bahasanya saja tampak bahwa novel tersebut merupakan karya tempo dulu. Banyak kata dan kalimat yang tidak dipahami. Walaupun sama-sama menyatakan hubungan penyebaban, maksud dari kalimat-kalimat itu susah dicerna. Selain kata-katanya banyak yang telah usang, novel tahun 20-30an sering menggunakan ungkapan-ungkapan yang bersifat klise sering dipakai. Susunan kata yang sejenis banyak digunakan oleh pengarang-pengarang dalam berbagai karyanya. Kata-kata itu misalnya pada satu hari, tatkala itu, wajahnya bermuram durja, berbagai-bagai kelakuan mereka, wajahnya cantik jelita, dsb. Ciri lainnya bahwa novel tahun 20-30an banyak yang menggunakan bahasa percakapan sehari-hari. Hal ini berbeda dengan karya-karya pada periode sebelumnya yang bahasanya itu lebih kaku. Perhatikan kutipan berikut. Hanafi menyesali dirinya tidak berhingga-hingga. Maka ditutupnyalah mukanya dengan kedua belah tangannya, lalu menangis mengisak-isak sambil berseru dalam hatinya. “Oh, Corrie, Corrie istriku! Di manakah engkau sekarang? Lihatlah suamimu menyadari untung, lekaslah kembali, supaya kita menyambung hidup kembali seperti dulu.” Salah Asuhan, Abdul Muis, 1928 Bahasa percakapan sehari-hari dalam cuplikan di atas, antara lain tampak pada perkataan tokoh Hanafi. Kata-kata tersebut merupakan ragam bahasa percakapan. Hal ini terutama pada kata seru oh yang sampai sekarang pun kita sering menggunakannya ketika bercakap-cakap. Maka dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri novel angkatan 20-30an adalah sebagai berikut. Tema permasalahan adat, romantisme, kawin paksa Pengarang berlatar belakang Minangkabau Bahasa bersifat klise, percakapan sehari-hari Sumber Tri Retno Murniasih dan Sunardi. 2008. Pelajaran Bahasa Indonesia untuk SMP/MTs Kelas IX. Jakarta Pusat Perbukuan Depdiknas. 129-134. Kosasih dan Restuti. 2008. Mandiri Bahasa Indonesia untuk SMP/MTs Kelas IX. Jakarta Penerbit Erlangga. 123-130.
Buatlahkesimpulan isi dari kutipan novel yang kamu dengar dengan bahasamu sendiri TAGIHAN Agar pemahamanmu tentang materi mengiden- tifikasi karakteristik novel periode 20-30-an ini makin baik, carilah sebuah novel angkatan Balai Pustaka atau angkatan Pujangga Baru Lalu mintalah temanmu untuk membacakan kutipan novel tersebut Saat novel itu
September 26, 2022 245 pm . 5 min read Judul Novel 20-30 an akan kamu ketahui sebentar lagi di artikel ini. Di sini akan di bahas mengenai penulis beserta karya-karyanya yang pernah terbit di sekitar tahun 1920-1930. Karya-karya tersebut pernah menjadi best seller pada masanya. Berikut juga penulisnya merupakan penulis jaman sebelum kemerdekaan terjadi. Penasaran siapa saja? Yuk, simak artikel ini sampai selesai agar kamu mengetahui informasi ini secara lengkap. 1. Marah Roesli Penulis pada era 20-30 an pertama adalah Marah Roesli atau bisa di eja dengan Marah Rusli. Ia merupakan sastrawan Indonesia angkatan Balai Pustaka. Awal ketenarannya karena sebuah karyanya yang berjudul Siti Nurbaya yang di terbitkan pada tahun 1920 dan karya tersebut sangat populer pada masanya. Bukan hanya saat itu karya yang satu ini masih populer sampai sekarang. Bukan hanya itu novel ini juga mendapatkan penghargaan dari pemerintah RI tahun 1969. Berikut judul novel karya Marah Rusli tahun angkatan 20-30an lainnya diantaranya adalah La Hami. Jakarta Balai Pustaka 1924Gadis yang malang Nove Charles Dickens, 1922Indonesia, Tumpah Darahk 1928Tanah Air Jakarta Balai Pustaka tahun 1922Ken Arok dan Ken Dedes tahun 1934Siti Nurbaya 1920 2. Tulis Sutan Sati Selanjutnya Tulis Sutan Sati merupakan penulis angkatan Balai Pustaka yang lahir di Bukit Tinngi tahun 1898. Hal yang istimewa dari beliau adalah para tokoh, sifat tokoh, latar budaya dan gambaran Minangkabau secara detail. Di tambah dengan ia penganut agama islam yang kental sehingga banyak pesan moral, nasihat, dan cinta tanah air dalam setiap ceritanya. Berikut beberapa contoh judul novel 20-30an karya dari Tulis Sutan Sati, diantaranya adalah Tak Di sangka 1923Tak Membalas Guna 1932Sengsara Membawa Nikmat 1928Tjerita Si Umbut Muda 1935Syair Rosina 1933 3. Suman Hasibuan Penulis angkatan tahun 20-30 an lainnya adalah Suman Hasibuan. Beliau merupakan seorang sastrawan melayu yang berasal dari Tapanuli Riau dan merupakan sastrawan angkatan Balai Pustaka. Terinspirasi oleh ayahnya, yang berhenti dari klan Hasiban di Bengkalis yang dominan Melayu ia memakai nama pena Soeman Hs. Dan ia menyerahkan novel pertamanya jang berjudul Kasih Tak Terlerai ke Balai Pustaka. Soeman pada tahun 1961 ia mulai mendirikan sekolah-sekolah mulai dari TK, SD, SMP dan SMA. Gubernur Riau juga mengajaknya untuk mendirikan Universitas Islam Riau. Meski pensiun menjadi Guru namun ia bergabung di Badan Pemerintahan Harian dan terlibat beberapa yayasan berikut merupakan karya-karya kerennya pada masa angkatan 20-30 an, diantaranya adalah Kasih Tak Terlerai 1929Percobaan Setia 1931Mencari Pencuri Anak Perawan 1932Kasih Tersesat 1932Tebusan Darah 1939 4. Haji Abdul Malik Karim Buya hamka Penulis angkatan 20-30an lainnya ada Haji Abdul Malik Karim atau di kenal dengan nama Populernya yaitu Buya Hamka. Beliau merupakan sastrawan, jurnalis, ulama dan bahkan pendidik. Novel yang terkenal adalah Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck yang diangkat menjadi sebuah film ini banyak menuai pujian. Judul novel 20-30an lainnya karya Buya Hamka diantaranya adalah Si Sabariah 1928Adat Minangkabau dan Agama Islam 1929Laila Majnun 1932Kepentingan melakukan Tabligh 1929Tan Direktur 1939Di Bawah Lindungan Ka’bah 1938Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck 1939Di Dalam Lembah Kehidoepan 1939Di Jemput Mamaknya 1939Mati Mengandung Malu 1934 5. Nur Sutan Iskandar Selanjutnya penulis angkatan 20-30an yang populer lainnya adalah Nur Sutan Iskandar. Beliau merupakan sastrawan paling produktif di generasi Balai Pustaka. Dia sudah menulis sejak tahun 1920an. Nur Sutan Iskandar amat tertarik pada permasalahan adat dan kaum muda khususnya menyangkut perkawinan. Berikut merupakan judul novel 20-30an karya dari Nur Sutan iskandar adalah Apa Dayaku Karena Aku Perempuan 1923Cinta Yang Membawa Maut 1926Salah Pilih 1928Abu Nawas 1929Dewi Rimba 1935Hulubalang Raja 1934Neraka Dunia 1937Katak Hendak jadi Lembu 1935Karena Mentua 1932Tuba Di Balas Dengan Susu 1933 6. Sanusi Pane Penulis selanjutnya ada Sanusi Pane. Beliau merupakan penulis atau sastrawan Indonesia yang digolongkan pada angkatan pujangga baru. Ia banyak menulis puisi, naskah drama, dan kajian sejarah. Ia lahir Mandailing Natal tahun 1905. Sanusi Pane mencari inspirasinya pada kebudayaan Budaya Hidu Budha di Indonesia pada masa lampau. Persatuan jasmani, rohani, dunia, akhirat, idealisme, dan matrelialisme yang tercermin dalam karya-karyanya. Sanusi juga pernah mendapatkan penghargaan atas karya-karyanya pada tahun 1969 dari pemerintah RI. Berikut beberapa judul novel angkatan 20-30a karya dari Sanusi Pane, diantaranya adalah Pancaran Cinta 1926Puspa Mega 1927Madah Kelana 1931Sandhykala Ning Majapahit 1933Nyanyi Sunyi 1937Begawat Gita 1933Setanggi Timur 1939Kertajaya 1932Tengku Amir Hamzah 1934 7. Abdul Muis Penulis selanjutnya pada era 20-30an adalah Abdul Muis. Beliau merupakan sastrawan, politikus, dan juga wartawan Indonesia. Dan beliau juga merupakan pengurus besar Serikat Islam. Dan ia di kukuhkan sebagai pahlawan Nasional yang pertama oleh presiden RI Soekarno pada 30 agustus 1959. Novel yang paling terkenal miliknya adalah Salah Asuhan. Novel tersebut pernah difilmkan dengan sutradara Asrul Sani. Bukan hanya itu novel Salah Asuhan ini juga pernah di terbitkan oleh Robin Susanto dan di terbitkan dengan Judul Never the Twain oleh Foundation Library of Indonesia. Berikut merupakan judul novel angkatan 20-30an karya dari Abdul Muis, diantaranya adalah Salah Asuhan 1928Pertemuan Djodoh 1933 8. Sutan Takdir Alisjahbana Penulis selanjutnya ada Sutan Takadir Alisjahbana beliau lahir pada tanggal 11 februari tahun 1908 di Mandailing Natal Sumatra Utara. Beliau meruapak seorang budayawan, sastrawan, dan juga ahli tata bahasa Indonesia. Beliau juga merupakan salah seorang pendiri Universitas Nasional Jakarta. Novel yang terkenal karyanya adalah Layar terkembang, Dian Tak Kunjung Padam novel ini prnah mendapatkan penghargaan Satyalencana kebudayaan tahun1970 oleh pemerintahan RI. Pemikirannya mengenai bahwa Indonesia haruslah belajar mengejar ketertinggalannya dengan mencari materi, modernisasi pemikiran, dan belajar ilmu-ilmu Barat. Dan hal tersebut menjadi polemik dengan cendikiawan Indonesia. Terlepas pemikiran Sutan Takdir Alisjahbana tentang Modernisasi Barat. Berikut merupakan Judul Novel 20-30an karya belau yang populer, diantaranya adalah Dian Tak Kunjung Padamu 1932Tak Putus Dirundung Malang 1929Tebaran Mega 1935Layar Terkembang 1936 Akhir Kata Nah, itulah beberapa judul novel angkatan 20-30an dari berbagai penulis keren pada zamannya. Sebetulnya masih banyak judul novel lainnya. Namun, kali ini hanya 50 judul saja yang saya bahas di artikel ini. Bagaimana apakah kamu pernah coba membaca salah satu dari judul-judul novel di atas? Jika pernah coba tulis di kolom komentar ya? Judul yang mana yang pernah kamu baca? Tulis pengalamanmu di bawah dan klik share ke media sosial kamu jika di rasa artikel ini bermanfaat.
Berikutcontoh perbandingan dua buah novel angkatan 20-30an. 1. Anak perjaka dijodohkan paksa oleh orangtuanya karena orang tuanya tidak menyetujui gadis pilihan anaknya yang berasal dari keluarga miskin. Anak gadis yang harus menikah dengan lelaki tua untuk menutup hutang orangtuanya kepada lelaki itu.Angkatan Balai Pustaka Abdul Muis Abdul Muis sastrawan Indonesia Angkatan Balai Pustaka Angkatan Balai Pusataka merupakan karya sastra di Indonesia yang terbit sejak tahun 1920, yang dikeluarkan oleh penerbit Balai roman, novel, cerita pendek dan drama dan puisi mulai menggantikan kedudukan syair, pantun, gurindam dan hikayat dalam khazanah sastra di Indonesia pada masa ini. Balai Pustaka didirikan pada masa itu untuk mencegah pengaruh buruk dari bacaan cabul dan liar yang dihasilkan oleh sastra Melayu Rendah yang banyak menyoroti kehidupan pernyaian cabul dan dianggap memiliki misi politis liar. Balai Pustaka menerbitkan karya dalam tiga bahasa yaitu bahasa Melayu-Tinggi, bahasa Jawa dan bahasa Sunda; dan dalam jumlah terbatas dalam bahasa Bali, bahasa Batak, dan bahasa Madura. Nur Sutan Iskandar dapat disebut sebagai “Raja Angkatan Balai Pustaka” karena ada banyak sekali karya tulisnya pada masa tersebut. Apabila dilihat daerah asal kelahiran para pengarang, dapatlah dikatakan bahwa novel-novel Indonesia yang terbit pada angkatan ini adalah “novel Sumatera”, dengan Minangkabau sebagai titik pusatnya. Pada masa ini, novel Siti Nurbaya dan Salah Asuhan menjadi karya yang cukup penting. Keduanya menampilkan kritik tajam terhadap adat-istiadat dan tradisi kolot yang membelenggu. Dalam perkembangannya, tema-teman inilah yang banyak diikuti oleh penulis-penulis lainnya pada masa itu. Penulis dan Karya Sastra Angkatan Balai Pustaka Merari Siregar Azab dan Sengsara1920 Binasa kerna Gadis Priangan1931 Cinta dan Hawa Nafsu Marah Roesli Siti Nurbaya1922 La Hami1924 Anak dan Kemenakan1956 Muhammad Yamin Tanah Air1922 Indonesia, Tumpah Darahku1928 Kalau Dewi Tara Sudah Berkata Ken Arok dan Ken Dedes1934 Nur Sutan Iskandar Apa Dayaku karena Aku Seorang Perempuan1923 Cinta yang Membawa Maut1926 Salah Pilih1928 Karena Mentua1932 Tuba Dibalas dengan Susu1933 Hulubalang Raja1934 Katak Hendak Menjadi Lembu1935 Tulis Sutan Sati Tak Disangka1923 Sengsara Membawa Nikmat1928 Tak Membalas Guna1932 Memutuskan Pertalian1932 Djamaluddin Adinegoro Darah Muda1927 Asmara Jaya1928 Abas Sutan Pamuntjak Nan Sati Pertemuan1927 Abdul Muis Salah Asuhan1928 Pertemuan Djodoh1933 Aman Datuk Madjoindo Menebus Dosa1932 Si Cebol Rindukan Bulan1934 Sampaikan Salamku Kepadanya1935 Pujangga Baru Pujangga Baru muncul sebagai reaksi atas banyaknya sensor yang dilakukan oleh Balai Pustaka terhadap karya tulis sastrawan pada masa tersebut, terutama terhadap karya sastra yang menyangkut rasa nasionalisme dan kesadaran kebangsaan. Sastra Pujangga Baru adalah sastra intelektual, nasionalistik dan elitis. Pada masa itu, terbit pula majalah Pujangga Baru yang dipimpin oleh Sutan Takdir Alisjahbana, beserta Amir Hamzah dan Armijn Pane. Karya sastra di Indonesia setelah zaman Balai Pustaka tahun 1930 – 1942, dipelopori oleh Sutan Takdir Alisyahbana. Karyanya Layar Terkembang, menjadi salah satu novel yang sering diulas oleh para kritikus sastra Indonesia. Selain Layar Terkembang, pada periode ini novel Tenggelamnya Kapal van der Wijck dan Kalau Tak Untung menjadi karya penting sebelum perang. Masa ini ada dua kelompok sastrawan Pujangga baru yaitu Kelompok “Seni untuk Seni” yang dimotori oleh Sanusi Pane dan Tengku Amir Hamzah Kelompok “Seni untuk Pembangunan Masyarakat” yang dimotori oleh Sutan Takdir Alisjahbana, Armijn Pane dan Rustam Effendi. Angkatan 1945 Pengalaman hidup dan gejolak sosial-politik-budaya telah mewarnai karya sastrawan Angkatan ’45. Karya sastra angkatan ini lebih realistik dibanding karya Angkatan Pujangga baru yang romantik-idealistik. Karya-karya sastra pada angkatan ini banyak bercerita tentang perjuangan merebut kemerdekaan seperti halnya puisi-puisi Chairil Anwar. Sastrawan angkatan ’45 memiliki konsep seni yang diberi judul “Surat Kepercayaan Gelanggang”. Konsep ini menyatakan bahwa para sastrawan angkatan ’45 ingin bebas berkarya sesuai alam kemerdekaan dan hati nurani. Selain Tiga Manguak Takdir, pada periode ini cerpen Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma dan Atheisdianggap sebagai karya pembaharuan prosa Indonesia. Penulis dan Karya Sastra Angkatan 1945 Chairil Anwar Kerikil Tajam1949 Deru Campur Debu1949 Asrul Sani, bersamaRivai Apin dan Chairil Anwar Tiga Menguak Takdir1950 Idrus Dari Ave Maria ke Djalan Lain ke Roma1948 Aki1949 Perempuan dan Kebangsaan Achdiat K. Mihardja Atheis1949 Trisno Sumardjo Katahati dan Perbuatan1952 Utuy Tatang Sontani Suling drama1948 Tambera1949 Awal dan Mira– drama satu babak 1962 Suman Hs. Kasih Ta’ Terlarai1961 Mentjari Pentjuri Anak Perawan1957 Pertjobaan Setia1940 Angkatan 1950 – 1960-an Angkatan 50-an ditandai dengan terbitnya majalah sastra Kisah asuhan Jassin. Ciri angkatan ini adalah karya sastra yang didominasi dengan cerita pendek dan kumpulan puisi. Majalah tersebut bertahan sampai tahun 1956 dan diteruskan dengan majalah sastra lainnya,Sastra. Pada angkatan ini muncul gerakan komunis dikalangan sastrawan, yang bergabung dalam Lembaga Kebudajaan Rakjat Lekra yang berkonsep sastra realisme-sosialis. Timbullah perpecahan dan polemik yang berkepanjangan di antara kalangan sastrawan di Indonesia pada awal tahun 1960; menyebabkan mandegnya perkembangan sastra karena masuk kedalam politik praktis dan berakhir pada tahun1965 dengan pecahnya G30S di Indonesia. Sebetulnyanovel-novel angkatan tahun 20-30an itu banyak. Contoh: Azab & Sengsara, Siti Nurbaya, Apa Dayaku Karena Ku Perempuan, Dara Muda, Salah Asuhan, Sengsara Membawa Nikmat, Tak Puas dirundung Malang, Dian Yang Tak Kunjung Padam, Kasih Ibu, Kalau Tak Untung, Tuba Dibalas Dengan Susu. Novel adalah karangan prosa yang panjang, yang mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang-orang di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku. Dibandingkan dengan roman, model penceritaan novel tidak begitu terperinci. Ciri khas novel yaitu adanya perubahan nasib tokoh yang diceritakan. Sejarah novel Indonesia diawali sekitar tahun 1920-an, dengan pengarang seperti Marah Rusli, Merari Siregar, Sultan Takdir Alisjahbana, Abdul Muis, Nur Sutan Iskandar, Jamaluddin Adinegoro, Hamka Abdul Malik Karim Amrullah, Sariamin Selasih/Seleguri, Suman Hs. Hasibuan, Tulis Sutan Sati, Mohammad Kasim, dan Aman Datuk Madjoindo. Novel Indonesia tahun 1920 sampai 1930-an termasuk dalam angkatan Balai Pustaka. Balai Pustaka merupakan sebuah komisi Commissie voorchet volkslectuur yang didirikan pada tanggal 14 September 1908. Tujuan pendirian Balai Pustaka adalah 1 memberi bacaan kepada rakyat untuk menyaingi penerbitan Cina, yang dianggap membahayakan pemerintah Belanda serta 2 memasukkan tujuan utama pihak penjajah ke dalam jiwa bangsa Indonesia. Untuk mencapai tujuan tersebut, ada beberapa syarat naskah yang masuk ke Balai Pustaka, yakni netral dari agama, tidak mengandung politik, dan tidak menyinggung kesusilaan. Untuk meningkatkan pemahaman tentang novel Indonesia tahun 1920 sampai 1930-an berikut ini adat, kebiasaan, dan etika yang terdapat dalam beberapa novel angkatan Balai Pustaka. a. Adat Adat adalah suatu aturan/peraturan yang lazim diturut/dilakukan sesuai dengan situasi dan waktu tertentu. Adat diartikan sebagai hukum tak tertulis sehingga bersifat mengikat masyarakat penggunanya. Adat inilah yang akan menentukan karakter tokoh-tokoh dalam cerita. Jika tokoh mematuhi adat yang berlaku, maka ia dianggap tokoh yang baik dan layak ditiru. Sebaliknya, jika ada tokoh yang menentang atau tidak taat adat biasanya akan dijauhi atau dihukum sesuai adat yang berlaku. b. Kebiasaan Kebiasaan merupakan budaya atau tradisi masyarakat yang turun-temurun dilakukan. Kebiasaan terkait latar belakang budaya dalam cerita. c. Etika Etika berkaitan dengan apa yang dianggap baik atau buruk, atau sopan-tidak sopan pada kebiasaan tokoh-tokoh ceritanya. Etika berkaitan dengan moral atau perilaku yang terpengaruh oleh adat dan kebiasaan. d. Bahasa Bahasa yang digunakan pada karya sastra Angkatan 20-an dipengaruhi oleh bahasa daerah. Penggunaan ungkapan dan perbandingan sebagai bentuk kiasan banyak dijumpai dalam karya sastra angkatan 20-an. 1. Novel Azab dan SengsaraAzab dan Sengsara adalah sebuah novel tahun 1920 yang ditulis oleh Merari Siregar dan diterbitkan oleh Balai Pustaka, penerbit besar di Indonesia kala itu. Novel ini mengisahkan sepasang kekasih, Amiruddin dan Mariamin, yang tidak dibolehkan menikah dan menderita. Novel ini dianggap sebagai novel modern pertama dalam bahasa Indonesia. Adat dan kebiasaan yang bisa ditemukan pada novel "Azab dan Sengsara" sebagai berikut. Menikahkan anak secara paksa jodoh dipilihkan orang tua Aminudin dijodohkan dengan wanita bukan pilihannya Harta merupakan pertimbangan dalam menjodohkan anak Mariamin berasal dari keluarga kurang mampu maka ditolak oleh keluarga Aminudin. Poligami laki-laki dengan istri lebih dari satu Kasibun mengku perjaka ternyata telah beristri, dan Mariamin dijadikan isteri kedua. Budaya makan keluarga selalu dilakukan bersama-sama lengkap; ayah, ibu, dan anak. Jika ada sesuatu hal yang di luar kebiasaan terjadi, maka anak diperbolehkan makan terlebih dahulu. Sementara istri harus tetap mengunggu suaminya. Anak harus menurut perintah ibunya. Kutipannya sebagai berikut. Etika moral yang dapat kita temukan pada novel "Azab dan Sengsara" sebagai berikut. Anak sangat berbakti kepada orang tuanya. Aminudin tak mencintai wanita pilihan orang tuanya namun tak berani menolak karena baktinya kepada orang tuanya. Isteri sangat taat kepada suaminya. Meskipun Mariamin ditipu oleh Kasibun yang mengaku perjaka, ia tetap berbakti kepada suaminya. Kebiasaan yang bisa ditemukan pada novel "Azab dan Sengsara" sebagai berikut. Telekomunkasi jarak jauh asih menggunakan surat atau telegram Pernikahan dipandang dari bibit, bebet, dan bobot Anak laki-laki biasanya pergi merantau untuk mencari pekerjaan 2. Novel Sengsara Membawa Nikmat Sengsara Membawa Nikmat merupakan judul sebuah novel karangan Tulis Sutan Sati yang diterbitkan pertama kali oleh Balai Pustaka pada tahun 1929. Dengan latar belakang adat budaya Minangkabau, novel ini berkisah tentang pengembaraan seorang tokoh utamanya yang bernama Midun. Gambaran pengembaraan yang diceritakan cukup realistis serta tidak terpaku di wilayah Sumatera saja namun juga sampai ke pulau Jawa. Etika moral yang dapat kita temukan pada novel "Sengsara Membawa Nikmat" sebagai berikut. Agama dijunjung tinggiterutama Islam. Kehidupan masyarakatnya bergotong royong Penguasa sering semena-mena, bahkan berbuat kejam. Adat yang bisa ditemukan pada novel "Sengsara Membawa Nikmat" sebagai berikut. Mengenai warisan, harta benda yang ditinggalkan oleh yang meninggal menjadi hak/diambil alih oleh keluarga asal bukan keluarga setelah menikah Sumatra Aturan adat sangat ketat, dan bagi yang melanggar hukumannya berat Penyerahan kekuasaan terhadap penerusnya dalam suatu daerah diserahkan oleh pemegang jabatan/kekuasaan sebelumnya Kebiasaan yang bisa ditemukan pada novel "Sengsara Membawa Nikmat" sebagai berikut. Para pemuda memainkan permainan sepak raga prmainan bola kaki Masih jaman penjajahan Belanda Hampir semua pemuda di daerah tersebut mengenal ilmu bela diri Banyak penduduk yang tidak bisa membaca 3. Novel Salah Asuhan Salah Asuhan adalah sebuah novel Indonesia karya Abdoel Moeis yang diterbitkan tahun 1928 oleh Balai Pustaka. Novel yang kala itu terbit di Hindia Belanda ini sekarang telah dianggap sebagai salah satu karya sastra Indonesia modern awal terbaik sepanjang masa. Etika moral yang dapat kita temukan pada novel "Salah Asuhan" sebagai berikut. Penolakan secara halus dan tidak menyakiti hati saat ada yang menyatakan perasaan. Bukti Ketika Hanafi mengemukakan isi hatinya. Belenggu Kebiasaan Bukti Sementara itu. walaupun mereka telah mengetahui bahwa Hanafi akan menikah dengan Corrie. Corrie menolak secara halus. Meminta maaf apabila berbuat salah. Bukti Maka ia meminta kepada istrinya supaya disediakan kain kafan pembungkus mayatnya. Adat yang bisa ditemukan pada novel "Salah Asuhan" sebagai berikut. Dilarang menikah beda suku. Bukti Corrie merasa tidak mungkin menjalin hubungan dengan Hanafi karena perbedaan budaya di antara mereka. Sebagai seorang istri, sudah sewajarnya menunggu suami di rumah. Seorang istri bagaimanapun juga harus bersikap hangat pada suami. Rapiah dan ibunya tetap menunggu kedatangan Hanafi di kampungnya. Kebiasaan yang bisa ditemukan pada novel "Salah Asuhan" sebagai berikut. Hanafi Bergaul dengan orang Selama di Betawi, Hanafi dititipkan pada keluarga Belanda,sehingga dia setiap hari dididik secara Belanda dan bergaul dengan orang-orang Belanda. Pergaulan Hanafi setamat HBS juga tidak terlepas dari lingkungan orang-orang Eropa. Corrie Mengobrol bersama Mereka suka mengobrol berdua. Rapiah Menerima perlakuan suaminya dengan pasrah. Bukti Namun, Rapiah tak pernah melawan dan semua perlakuan Hanafi diterimanya dengan pasrah. Ibu Hanafi Memperhatikan Hanafi. Bukti Walaupun ibu Hanafi hanyalah seorang janda, dia menginginkananaknya menjadi orang pandai. Karena itu, ia bermaksud menyekolahkan Hanafi setinggi-tingginya. Selama sakit, Hanafi banyak mendapatkan nasihat dari ibunya. 4. Novel Siti Nurbaya Sitti Nurbaya adalah sebuah novel Indonesia yang ditulis oleh Marah Rusli. Novel ini diterbitkan oleh Balai Pustaka, penerbit nasional negeri Hindia Belanda, pada tahun 1922 Kebiasaan yang bisa ditemukan pada novel "Siti Nurbaya" sebagai berikut. Ia terbiasa memakai topi putih yang seringkali dipakai bangsa Belanda. Bukti kutipan "Topinya topi rumput putih yang biasa dipakai bangsa belanda" Seorang gadis yang selalu mengenakan gaun terbuat dari kain batis dengan motif kembang kembang berwarna merah jambu. Bukti kutipan "Gaunnya baju nona-nona terbuat dari kain batis yang berkembang merah jambu" Orang zaman dahulu merokok dengan cara yang berbeda dengan orang-orang zaman sekarang. Bukti kutipan "Dekat putri ini duduk saudaranya yang bungsu, Sutan Hamzah sedang menggulung rokok dengan daun nipah." Orang padang saat berbicara seringkali menggunakan peribahasa yang penuh arti. Bukti kutipan "Akan tetapi sebab ia seorang yang 'pandai hidup' sebagai kata peribahasa Melayu, selalulah rupanya seperti orang yang tak pernah kekuranagan. Seorang istri di masyarakat padang merupakan hamba dari laki-laki dan laki-laki itu adalah tuannya perempuan. Bukti kutipan "Bukankah laki-laki itu tuan perempuan dan perempuan itu hamba laki-laki? Tentu saja mereka boleh berbuat sekehendak hatinya kepada kita; disiksa, dipukul, dan didera dengan tiada diberi belanja yang cukup dan rumah tangga yang baik." Adat yang bisa ditemukan pada novel "Siti Nurbaya" sebagai berikut. Jika akan melaksanakan proses perdukunan, hendaklah harus menyiapkan syarat-syaratnya. Bukti kutipan "Baiklah... Hamba mohon perasapan dan kemenyan serta air bersih secambung dan sirih kuning tujuh lembar." Di Padang, pernikahan dipandang sebagai perniagaan, laki-laki dibeli oleh perempuan, karna perempuan memberi uang kepada laki-laki. Bukti kutipan "Perkawinan itu dipandang sebagai perniagaan, disini laki-laki dibeli oleh perempuan" Di gunung Padang terdapat banyak kuburan, dan pada moment tertentu, tempat itu ramai dikunjungi pendatang yang ingin mendoakan arwah yang telah pergi. Bukti kutipan " Memang digunung itu banyak kuburan, sedang dipuncaknya adalah sebuah makam, didalam suatu gua batu, tempat yang berkaul dan bernazar. Sekali setahun, saat-saat akan masuk puasa pada waktu hari raya, penuhlah gunung itu dengan penziarah..." Orang besar, penghulu/orang berpangkat tinggi yang memiliki istri lebih dari 1 sudah banyak, sebab itulah adat di Padang, sebab dengan memiliki banyak istri, itu berarti dia meiliki banyak keturunan. Bukti kutipan "Sekalian penghulu di Padang ini beristeri 2,3, sampai 4 orang. Bukankah harus orang besar itu beristri banyak?" Saat ingin makan, sebelumnya harus menyiapkan makan terlebih dahulu dan bersikap seperti ada yang sudah ada. Bukti kutipan ".... menyediakan makanan diatas tikar rumput yang telah dialas dengan kain putih, terbentang di tengah rumah. Beberapa lama kemudian, duduklah Ahmad Maulana makan dihadapi istrinya, sedang Alimah & Nurbaya duduk jauh sedikit dari sana...." Etika moral yang dapat kita temukan pada novel "Salah Asuhan" sebagai berikut. Janganlah kamu bersenang-senang diatas penderitaan orang lain. Bukti kutipan "Tatkala ayahku telah jatuh miskin, pura-pura kau tolong Ia dengan meminjamkan uang kepadanya, tetapi maksudmu yang sebenarnya hendak menjerumuskannya ke jurang yang terlebih dalam, karena hatimu terlebih bengis daripada setan itu, belum puas lagi." Apabila ada tamu yang datang hendaknya kita menyediakan minuman dan makanan kecil. Bukti kutipan "Sementara itu segala kue-kue yang lezat rasanya, diedarkanlah, dibawa kepada sekalian tamu. Demikian pula minum-minuman..." Sebagai anak muda, hendaklah kita menghormati dan menghargai orang yang lebih tua. Bukti kutipan "Ah jangan Sam. Kasihanilah orang tua itu! Karena ia bukan baru sehari dua hari bekerja pada ayahmu. melainkan telah bertahun-tahun. Dan belum ada ia berbuat kesalahan apa-apa." Jika sedang bermain dengan teman, sebaiknya kita menjaga tingkah laku. Bukti kutipan "Baiklah, tetapi hati-hati engkau menjaga dirimu dan si Nurbaya! Janganlah engkau berlaku yang tiada senonoh!" Jika orang tua kita sedang berbincang dengan tamu, dan kita tidak berkepentingan, sebaiknya kita masuk dan tidak perlu mendengarkan pembicaraan mereka. Bukti kutipan "Kemudian masuklah ia kedalam biliknya. Rupanya ia mengerti bahwa orangtuanya itu sedang memperbnincangkan hal yang tak boleh didengarnya." 5. Novel Salah Pilih Adat yang bisa ditemukan pada novel "Salah Pilih" sebagai berikut. Jika sedarah dilarang menikah, karena Asri dan Asnah sudah tinggal bersama maka penduduk desa menganggap bahwa mereka adalah sedarah sebenarnya tidak, tidak ada ikatan darah apapun. Karena merasa tidak bersalah mereka akhirnya menikah dan mereka harus keluar dari Minangkabau. Harta dan kedudukan, Rangkayo Saleah tidak menyetujui pernikahan anaknya karena mengira Kaharuddin menikah dengan wanita yang tak tentu asal usulnya sebenarnya wanita tersebut adalah anak saudagar batik. Etika moral yang dapat kita temukan pada novel "Salah Pilih" sebagai berikut. Anak yang berbakti terhadap orang tuanya, meskipun Asri ingin melanjutkan sekolah sampai menjadi dokter namun, karena ibunya memintanya untuk pulang ke kampung halamannya dan bekerja di kampung. Akhirnya Asri menuruti keinginan ibunya. Kita harus tegar menghadapi cobaan, sikap Asnah yang sabar dan tulus mencintai Asri membuahkan hasil yang manis walaupun ia harus menghadapi berbagai cacian dari Saniah. Berkat keteguhan dan kesabaran hati Asnah dalam mencintai Asri membawa kebahagiaan di akhir cerita. Kita harus bekerja keras, awal kepindahannya di Jawa, Asri dan Asnah dijauhi oleh orang-orang yang sama-sama berniaga di Jawa. Karena kerja keras mereka, akhirnya mereka dapat memajukan usahanya. Bertanggung jawab, Asri tidak berniat sedikit pun untuk menceraikan Saniah meskipun Saniah bukanlah jodoh yang terbaik. . 355 182 54 287 155 85 100 457